Left the race?

Mudahnya seseorang untuk mundur dari iman, dari panggilan Tuhan, secara mendasar telah memperlihatkan bahwa yg bersangkutan tidak percaya bahwa Tuhan berdaulat dan ada dalam kendali hidupnya. Dia tidak percaya Tuhan sanggup, bahkan sejak mulanya dia menjalani panggilan itu. Dia berjalan karena hanya sanggup melihat secara duniawi bagaimana sebuah progres berjalan.

Akal di dunia ini memandang progres keberhasilan adalah seperti grafik naik yang konsisten / linear menanjak. Ibaratnya kalau saya mau jadi pemurid, yang saya bayangkan adalah saya akan injili seseorang, dia akan nangis2 lahir baru, lalu akan mau rajin diPAkan, segera jadi pekerja, dapat cucu PA, dan begitulah selanjutnya sebuah progres dimata kita. Kalau kita sudah jadian dengan TH kita, niscaya progres yg kita harapkan adalah masing2 dapat kerjaan bagus dan mapan di kota yg sama, ketemu orang tua langsung disukai dan harmonis, lamaran lancar, lalu segera nikah dll. Dan pikiran kita terus mengeneralisir bahwa seperti itulah harusnya yang akan terjadi secara progresif / step by step kepada setiap orang sebagai bentuk penyertaan Tuhan. Itulah jalan pikiran / akal manusia.

Apa artinya ini? Artinya kalau sesuatu terjadi tidak sesuai progres yang kita harapkan, atau ketika suatu pergumulan tidak sesuai jalan pikiran kita mengenai kebaikan Tuhan maka kita akan terpukul dan remuk secara jiwani. Pil pahit kekecewaan datang, perasaan rendah diri dan tak berdaya mengepung, bahkan mungkin saja kita tergelincir lagi ke dalam cara hidup yg lama karena kandasnya iman.

Yang perlu kita ingat adalah, jalan Tuhan tidak seperti jalan kita. Pikiran Tuhan tidak sama dengan pikiran kita. Progresnya Tuhan kerap kali tidak masuk akal. Di titik kritis dimana semuanya tampak semrawut, menyedihkan dan mustahil, Anda harus tahu bahwa jalan – jalan Tuhan itu bisa dan seringkali penuh misteri. Daud berkata kepada Yonatan bahwa hanya selangkah saja jarak langkah hidupnya dari maut ( 1 Sam 20 : 3). Betapa mengerikannya jalan setapak yang dia lalui itu. Dia pernah terpinggirkan, pernah buron, dia pernah difitnah, disalahpahami, dia pernah sebatangkara, dia berkali-kali hampir mati. Betapa dekatnya langkahnya dari maut. Tetapi daud ini tidak memilih dengan sadar untuk mundur dan dan kecewa akan kehidupan yang Tuhan tetapkan baginya, walaupun niatan itu pastilah tiap saat mendera malam-malam tidurnya. Betapa terjepitnya dia. Tetapi dia memilih menguatkan kepercayaan kepada Tuhan (1 Sam 30:6). Daud percaya Tuhan ada dalam kendali. Dia tidak menggantungkan harapannya pada apa yg sedang dia alami dan yang kelihatan. Dia menceburkan hidupnya ke dalam kesetiaan Tuhan, kepada tangan penggembalaanNya, entah bagaimanapun cara Tuhan menjaganya, dia percaya saja.

Anak-anak Tuhan, kalau Tuhan panggil kita di masa muda, di masa mahasiswa dan alumni ini untuk melayaniNya di ladang penuaian, tetaplah setia, tetaplah memegang kepercayaanmu. Ketika engkau sudah melakukan yang terbaik, tetapi progres tidak seperti yang engkau harapkan, itah saat di mana engkau perlu menguatkan kepercayaanmu kepada Tuhan. Iman menjadi sangat penting di sana untuk membuat kakimu tetap berderap di dalam lintasanmu. Engkau tidak malah memilih balik kanan dan ambil langkah seribu. Di sanalah Tuhan akan terlihat nyata sebagai Tuhan. Betapa berdaulat Dia atas segala sesuatu. Betapa berkuasanya dia membangun kembali reruntuhan yg sudah berabad – abad menjadi sebuah kota yang established.

Jalan yang ditempuh Yesus untuk naik adalah dengan turun merendahkan diriNya. Dia menjadi korban. Sebuah jalan kemesiasan yang tak terselami bahkan oleh kecerdasan ahli-ahli kitab yang meneliti nubuatan tentang mesias. Banyak sekali dari antara guru – guru itu yang malah menghujat Yesus. Tetapi kita tahu sekarang betapa dia berkuasa membalikkan segala situasi. Dia tampak melukis di atas kanvas dengan begitu jeleknya menurut hikmat kita, tetapi ketika sentuhan terakhir dari karya lukisan itu selesai, semua mata terkagum akan keindahan hasilnya.

Markus 7:37 berkata: Mereka takjub dan tercengang dan berkata: “Ia menjadikan segala-galanya baik, yang tuli dijadikan-Nya mendengar, yang bisu dijadikan-Nya berkata-kata.”

Ingatlah bagaimana Yesus menyembuhkan orang gagap itu, Dia ludahi tanganNya lalu pegang lidah orang itu. Yesus juga pernah menyembuhkan seorang buta dengan memakai salep dari campuran tanah liat dan ludahnya. Sebuah racikan obat yang tidak masuk akal bagi para sarjana farmasi. Namun waktu menyembuhkan orang buta lain Yesus hanya mengucapkan sepatah kata dan mujizat terjadi. Lalu buat apa repot-repot dengan tanah liat dan ludah yg menjijikkan itu? Jawabannya, Tuhan bebas bekerja dengan caraNya sendiri. Tetapi seaneh apapun cara Dia bekerja, yang jelas Alkitab menuliskan Dia menjadikan segala- galanya baik! Seorang kakak pernah mengajar kepada saya, Tuhan itu bisa ditebak dan juga tidak bisa ditebak. Kita bisa tebak hasil akhir pekerjaan Tuhan lewat janji-janji FirmanNya, tetapi kita tidak bisa tebak bagaimana caraNya menuju penggenapannya.

Kalau kita mundur, itu berarti pada dasarnya kita tidak percaya bahwa Tuhan itu Tuhan. Kekecewaan akan seseorang, situasi dll ternyata jauh lebih kuat daripada kesetiaan Tuhan. Mari renungkanlah kembali pondasi -pondasi kehidupan rohanimu. Terbuat dari apakah pondasi-pondasi itu? Be strong in Grace! Be not be moved by what is seen! Stand still!